Minggu, 05 Juli 2015

Contoh Kasus Imunomodulator

Kasus Imunomodulator
Seorang Ibu bersama dengan anaknya bernama DD, berusia 8 tahun, BB 15 kg, dan TB 120 cm datang ke Rumah Sakit Sejahtera. Si Ibu bercerita kepada sang Dokter bahwa seminggu yang lalu anaknya menderita batuk, cepat lelah, dan kurang konsentrasi saat belajar. Dengan saran dari seorang teman dan melihat iklan di TV, maka Ibu tersebut memberikan obat Konidin dan Sangobion syrup masing-masing 3 x sehari kepada si anak, namun belum juga sembuh. Dan 2 hari yang lalu perut anaknya menjadi buncit dan sering sakit, diare, dan anorexia.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium bahwa pada feses: positif (+) ditemukan telur cacing Ascariasis lumbricoides, kadar Hb < 10 gr/dl. Setelah ditelusuri, ternyata pasien bertempat tinggal di daerah perkebunan, sering tidak memakai alas kaki, dan suka bermain tanah. Dokter meresepkan obat oralit, Curcuma Plus syrup, dan Levamisol 50 mg 2 x sehari. Apa saran Anda sebagai seorang farmasis?
Penyelesaian            
Subjective:
  1. Nama pasien DD
  2. Usia 8 tahun
  3. TB 120 cm
  4. BB 17 kg
  5. Keluhan: batuk, cepat lelah, kurang konsentrasi, perut buncit dan sering sakit, diare, anorexia
Objective:
  1. Feses: positif (+) ditemukan telur cacing
  2. Kadar Hb < 10 gr/dl
  3. Konidin sebagai obat batuk
  4. Sangobion untuk mengatasi lesu karena anemia
  5. Oralit, Curcuma Plus, dan Levamisol 50 mg 2 x sehari
Assesment:
      Kecacingan
Plan:
       Terapi farmakologi
1.      Konidin mengandung Guaifenesin 100 mg, Dextromethorphan HBr 5 mg, Chlopheniramine Maleate 2 mg. Konidin diindikasikan untuk batuk karena alergi, flu, pilek atau sisa-sisa bronchitis. Jadi, konidin tidak tepat untuk diberikan sebagai obat batuk untuk pasien karena batuk yang dialami pasien adalah batuk yang timbul dari gejala kecacingan.
2.    Sangobion syrup sebagai obat anemia sudah betul karena sangobion mengandung besi, sementara anemia yang diderita pasien adalah anemia defisiensi besi. Dosisnya 1 cth per hari.
3.    Pada penderita diare tanpa dehidrasi (Terapi A) diberikan cairan (air tajin, larutan gula garam, oralit) sebanyak yang diinginkan hingga diare stop, sebagai petunjuk berikan setiap habis BAB dengan dosis 200 – 300 ml.
4.      Curcuma Plus syrup mengandung: Kurkuminoid (zat aktif temulawak) 2 mg, Vitamin B1 3 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 5 mg, Vitamin B12 5 mcg, Beta Karoten 10 %  4 mg, Dekspantenol 3 mg, Lysine HCl  200 mg. Curcuma Plus Syrup digunakan untuk penambah nafsu makan dan stamina. Dosisnya 2 kali sehari 1 sendok teh dan diberikan setelah makan.
5.    Levamisol 50 mg 2 x sehari digunakan sebagai antelmintik. Hal tersebut sudah sesuai karena Levamisol sangat efektif sebagai antelmintik yang disebabkan oleh cacing Ascariasis lumbricoides. Namun, dosisnya perlu ditingkatkan menjadi 50 mg 3 kali sehari.
Terapi non farmakologi
1.      Menjaga kebersihan lingkungan.
2.      Menggunakan alas kaki (sandal atau sepatu) saat keluar rumah.
3.      Mencuci tangan sebelum makan.
4.      Memotong kuku.
5.      Mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah.
6.      Makan makanan yang bergizi dan sehat.


Contoh Kasus Febris dan Pneumonia

Kasus Febris dan Pneumonia
Pasien AJ berumur 4 tahun, BB 12 kg, mengeluhkan demam naik turun selama 3 hari, nyeri dada, batuk, sesak napas.
Diagnosa : febris dan pneumonia.

Pemeriksaan:
Tgl
Keluhan (Keadaan Umum)
31/01/2015
Demam, sesak, batuk, dan tubuh lemas/lemah
01/02/2015
Lemas
02/02/2015
Lemas, batuk
03/02/2015
Lemas, batuk
04/02/2015
Baik (batuk (-))

Pemberian obat:
   31/01/2015
            Santagesik                    1 g
            Cefotaxim                     400 g/IV
            Dexamethasone            ½ amp/IV        

      21:00 tiba-tiba dibawa ke RS
            Inf        (+)
            OBS    ttv
            Suhu     37,6 oC
            N         120x/i
            Inf                    KA-EN 36  20
            Cefotaxim         2 x 300 mg
            Dexa                1,5 mg
            D2                    liter
            Nebu                NaCl + Ventolin
            PCT                 3 x 1

   01/02/2015
            D2                    1 liter/i
            PCT                 1 cth
            Kompres
            Nebu                NaCl + Ventolin ½
     12:00 pemberian obat:
            Cefotaxime       30 mg
            Dexa                1,5 mg
     24:00 pemberian obat:
            Cefotaxime       30 mg
            Dexa                1,5 mg
   02/02/2015
      Pemberian obat:
            Cefotaxime
            Dexa
   03/02/2015
            Ons HV           5,3 g
            Suhu                 39 oC
      Pemberian obat:
            Cefotaxime       300 mg/IV

Penyelesaian:
Santagesik (MIMS.com)
Santagesik diindikasikan untuk nyeri akut atau kronik berat seperti sakit gigi, sakit kepala, tumor, nyeri pasca operasi, dan nyeri pasca cedera; nyeri berat yang berhubungan dengan spasme otot polos (akut atau kronik) misalnya spasme otot atau kolik yang mempengaruhi GIT, pasase bilier, ginjal, atau saluran kemih bagian bawah.
Dosis : Tab 1 tablet sebagai dosis tunggal. Maks. : 4 x 1 tab. Inj 2-5 mL IM/IV sebagai dosis tunggal. Dosis hingga 10 mL/hari sebagai dosis harian.
Pemberian obat: sebaiknya diberikan bersama makanan. Berikan sesudah makan.
Sediaan : santagesik inj (amp) 500 mg/mL. Santagesik syr 250 mg/5 mL. Santagesik tab 500 mg.
Cefotaxime (ISO Farmakoterapi, hal. 786-787)
Indikasi: infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Obat ini diindikasikan untuk infeksi berat seperti septikemia, pneumonia, dan meningitis.
Dosis: pemberian injeksi intramuskuler, intravena atau infus : 1 g tiap 12 jam, dapat ditingkatkan sampai 12 g per hari dalam 3-4 kali pemberian. (Dosis diatas 6 g per hari diperlukan untuk infeksi pseudomonas). Pada infeksi berat dapat ditingkatkan : 150-200 mg/kg/hari. Anak : 100-150 mg/kg/hari dalam 2-4 kali pemberian. (Pada infeksi berat dapat ditingkatkan menjadi 200 mg/kg/hari).
Dexamethasone (MIMS.com)
Indikasi: inflamasi, alergi, dan penyakit lain yang responsif terhadap glukokortikoid.
Dosis: Tab 0,5-10 mg/hari. Inj  4-20 mg IM atau IV.
Pemberian obat: sebaiknya diberikan bersama dengan makanan.
Sediaan: Kalmethasone inj (amp) 4 mg/mL. Kalmethasone inj (amp) 5 mg/mL. Kalmethasone inj (vial) 20 mg/5 mL.
Paracetamol  
Analgesik sederhana seperti paracetamol, diberikan untuk meredakan demam dan nyeri pada tubuh. (MIMS Indonesia)
Dosis: untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1g, maks. 4 g/hari, pada penggunaan kronis maks. 2,5 g/hari. Anak-anak: 4-6 dd 10 mg/kg, yakni rata-rata usia 3-12 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12 tahun 240-360 mg, 4-6 x sehari. (OOP, hal. 318)

KA-EN (MIMS Indonesia)
Elektrolit
Cairan rehidrasi oral mengandung 4 komponen termasuk elektrolit, (misalnya sodium chloride dan potassium chloride), sumber bikarbonat (seperti sodium bicarbonate atau sodium citrate), air, dan sumber karbohidrat.
Ventolin
Ventolin nebules: mengandung salbutamol sulfat. Salbutamol adalah obat golongan agonis adrenergik yang merupakan obat terbaik untuk meredakan serangan asma yang tiba-tiba pada anak-anak. (MIMS Indonesia)
Indikasi: penanganan dan pencegahan serangan asma.
Dosis: dewasa dan anak Awal 2,5 mg, lalu dapat ditingkatkan sampai dengan 5 mg. Dapat diulangi 4 x/hari dengan nebulizer. Obstruksi saluran napas berat: dewasa s/d 40 mg/hari.
Sediaan: Ventolin nebules nebulizer soln 2,5 mg. (MIMS.com)
                       



Contoh Kasus Diabetes Mellitus

Kasus Diabetes Mellitus
Seorang pasien perempuan usia 57 tahun menderita DM hiperglikemia dengan kadar glukosa darah sewaktu 420 mg/dL. Riwayat penyakit hipertensi 170/110 mmHg. Riwayat pengobatan glukodex 2 kali sehari, untuk hipertensi diltiazem 30 mg 3 kali sehari, captopril 25 mg 3 kali sehari, dan aspirin 100 mg 1 kali sehari.
Cari :
Mengapa kadar gula darah tetap 420 mg/dL?
Apa hubungan DM dengan hipertensi dan gagal ginjal?
Apa yang harus dimonitoring untuk pasien?

Pemecahan Kasus
Subjective:
1.    Jenis kelamin :  perempuan
2.    Usia : 57 tahun
Objective
1.    DM hiperglikemia
2.    Hipertensi
3.    Kadar glukosa darah sewaktu 420 mg/dL
4.    TD 170/110 mmHg
5.    Glukodex 2 kali sehari
6.    Diltiazem 30 mg 3 kali sehari
7.    Captopril 25 mg 3 kali sehari
8.    Aspirin 100 mg 1 kali sehari
Assessment
1.    Hipertensi yang diderita pasien merupakan komplikasi dari penyakit DM dan karena faktor usia.
2.    Kadar gula darah sewaktu tetap 420 mg/dL karena pemberian glukodex yang tidak tepat indikasinya bagi pasien.
3.    Aspirin diberikan untuk mengatasi aterosklerosis yang terjadi pada pasien akibat hipertensi dan diabetes.
Plan
1.    Obat diltiazem tidak perlu diberikan kepada pasien karena tidak efektif untuk pengobatan hipertensi pasien.
Pengobatan hipertensi stage II dengan komplikasi DM adalah obat-obat golongan ACE inhibitor atau ARB. Captopril adalah golongan obat ACE inhibitor, sedangkan diltiazem adalah golongan CCB. Dosis Captopril yang digunakan sudah tepat yaitu 25 mg 3 kali sehari.
2.    Glukodex diindikasikan untuk penderita DM tipe 2 ringan – sedang, sedangkan pasien menderita DM hiperglikemia. Obat DM hiperglikemia adalah golongan tiazolidindion yaitu pioglitazon dan rosiglitazon. Jadi, pemberian glukodex digantikan dengan pioglitazon 1 kali sehari 30 mg. Dosis dapat ditingkatkan sampai 1 kali sehari 45 mg. Diberikan sebelum atau sesudah makan.
3.    Aterosklerosis sangat dipengaruhi oleh kadar kolesterol yang tinggi (khususnya LDL), merokok, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, obesitas, dan kurang aktivitas fisik. Penggunaan aspirin (75-162 mg) aman untuk pencegahan primer pada penderita DM tipe 2 di atas usia 40 tahun atau penderita dengan risiko kardiovaskular tambahan. Jadi, pemberian aspirin 100 mg 1 kali sehari untuk pasien baik untuk mengatasi aterosklerosis yang ditimbulkan oleh hipertensi dan DM yang dideritanya.
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida, spesies reaktif lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II.
Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun, bioavailabilitas pada endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida diturunkan pada individu dengan diabetes mellitus.
Hiperglikemia menghambat produksi endothelium, mensintesis aktivasi dan  meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut oleh resistensi insulin, yang menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan adiposa. Asam lemak bebas, aktivasi protein kinase C, menghambat phosphatidylinositol-3 dan meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif. Semua mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas (Rodbard, 2007).
Mekanisme gagal ginjal kronik akibat DM ada 3 yaitu (1) Penderita DM memiliki sistem imun yang lemah sehingga mudah terjadi infeksi pada ginjal; (2) Pada DM terjadi peningkatan VLDL dan kecenderungan pembekuan darah sehingga akan mendorong terbentuknya makroangiopati yang akan merusak ginjal; (3) Peningkatan asam amino akibat proteolisis yang meningkat akan menyebabkan hiperfiltrasi pada ginjal sehingga menyebabkan glomerulosklerosis (Silbernagl, 2006).
Monitoring
1.    Tekanan darah (target < 130/80 mmHg)
2.    LDL kolesterol (target < 100 mg/dL)
3.    Penggunaan aspirin untuk pasien DM dengan hipertensi dan resiko jantung
4.    Pemeriksaan mata, kaki, gigi (1 kali per tahun)
5.    Vaksinasi influenza dan pneumokokal

Contoh Kasus Tukak Lambung

Kasus Tukak Lambung
Pasien S, usia 25 tahun mengeluh rasa tidak nyaman di bagian perutnya. Rasa tidak nyaman ini terutama muncul saat pagi hari. Pasien S hobi makan pedas, berlemak, dan kecut. Saat ini mengkonsumsi antasida 1x1, ranitidine 150 mg 1x1. Bagaimana pendapat Anda tentang terapi pada pasien ini?

Penyelesaian:
Subjective:
ü  Nama : Pasien S
ü  Usia : 25 tahun
ü  Hobi makan pedas, berlemak, dan kecut
Objective:
ü  Keluhan : rasa tidak nyaman di bagian perut pada pagi hari
ü  RPS : antasida 1x1 dan ranitidine 150 mg 1x1
Assesment: pasien menderita penyakit tukak lambung
Plan:
1.      Terapi farmakologi
Antasida 4 kali sehari atau lebih, diminum sebelum makan dan sebelum tidur. Jika Antasida masih belum efektif, maka diberi ranitidin 150 mg 2 kali sehari pada pagi dan malam.
2.      Terapi non farmakologi
ü  Mengurangi stres, merokok, dan penggunaan NSAID
ü  Menghindari makanan pedas, berlemak, kecut
ü  Menghindari konsumsi alkohol dan kafein
ü  Makan sedikit namun dalam frekuensi yang sering
ü  Lakukan pola makan yang sehat dan teratur




Kamis, 02 Juli 2015

Cara Mereview Jurnal

A.       Judul Penelitian
Masukkan judul jurnal yang akan  direview.
Efek Hepatoprotektif
   Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) pada Hati Mencit Jantan Galur Swiss Induksi dengan CCl4

B.       Peneliti
Nama-nama peneliti dan instansinya yang ada pada jurnal yang akan direview. Masukkan juga kapan jurnal tersebut diterima, disetujui, dan  dipublikasikan beserta volumenya.
 Ari Satia Nugraha, Ninisita Sri Hadi, dan Rr. Sri Untari Siwi
 Program Studi Farmasi Universitas Jember
 Departemen Biomedik Program Studi Farmasi Universitas Jember
       Jl. Kalimantan I/2, Jember, Jawa Timur 68121
       Diterima 20-05-2007
       Disetujui 21-07-2008
       Jurnal Natur Indonesia 11(1), Oktober 2008: 24-30
       ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No 55/DIKTI/Kep./2005
C.       Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian bisa terdapat di bagian abstrak maupun pada bagian pendahuluan pada jurnal. Pada tahap ini yang harus diperhatikan adalah kesesuaian tujuan penelitian dengan kesimpulan yang ada pada jurnal tersebut.
D.      Literatur
  1. Bass, N.M. 1999. Is There any use for nontraditional or alternative therapies in patients with cronic liver desease? Curr. Gastroenterol Rep. 1: 50-56.
  2. Budi, I. & Paimin, P.R. 2005. Buah Merah. Jakarta: Penebar Swadaya.
  3. Correlli, R.L. 1995. Acute and cronic hepatitis. Di dalam: Young L. Y & Koda-Kimble, M.A. (eds). Applied Therapeutics : The clinical use of drug. USA: Applied Therapeutics Inc.
  4. Dewi, L.K. 2002. Uji toksisitas sub kronik jamu “X” secara mikroskopis pada hati mencit (Mus musculus) jantan. Skripsi. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.
  5. Gee, J.P. & Jim, L.K. 1995. Adverse effects of drugs on the liver. Di dalam: Young, L. Y & Koda-Kimble, M.A. (eds). Applied Therapeutics : The clinical use of drug. USA: Applied Therapeutics Inc.
  6. Dinkeskab. Jember. Data statistik Dinas Kesehatan Kabupaten Jember 2005.
  7. Halliwell, B. 1987. Oxidant and human deseases. Some new concepts. FASEB J. 4: 441-445
  8. Kandalintseva, N.V., Dyubchenko, O.I., Terakh, E.I., Prosenko, A..E., Shvarts, Y.S. & Dushkin, M.I. 2002. Antioxidant and hepatoprotector activity of water soluble 4-propylphenols containing hydrophilic groups in alkyl chains. Pharm. Chem. J. 36:177-180
  9. Lieber, C.S. 1997. Role of oxidative stress and antioxidant therapy in alcoholic and nonalcoholic liver desease. Adv Pahrmacol 38: 601-628
  10. Lu, F.C. 1995. Patologi. Jakarta: Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia.
  11. Motterlini, R., Foresti, R., Bassi, R. & Green, C.J. 2000. Curcumin, an antioxidant and anti-inflammatory agent, induces heme oxygenase-1 and protects endothelial cells against oxidative stress. Free Radic. Biol. Med. 15: 1303-13112.
  12. Pagana K.D. 2002. Mosby’s manual of diagnosticand laboratory tests. St.Louis: Mosby Inc.
  13. Pellati, F., Benvenuti, S., Melegari, M. & Lasseigne, T. 2005. Variability in the composition of anti-oxidant compounds in Echinacea species by HPLC. Phytochem. Anal 16: 77-85.
  14. Poli, G & Parola, M. 1997. Oxidative damage and fibrogenesis. Free Radic. Biol. Med. 22: 287-305
  15. Prince, S. A. & Wilson, L. M. 1984. Patofisiologi (Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit). Edisi 2. Jakarta: PenerbitKedokteran EGC.
  16. Romzah, V. 2005. Pengaruh fasa air daun (Genarussa vulgaris, Nees) tehadap perubahan histopatologi hati, ginjal dan usus halus mencit jantan. Skripsi Fakultas Farmasi. Surabaya: Universitas Airlangga.
  17. Rusmiati dan Lestari, A. 2004. Struktur histopatologis organ hepar dan ginjal mencit (Mus musculus L) jantan setelah perlakuan dengan ekstrak kayu Secang (Caesalpinia sappan L). BIOSCIENTIAE 1: 23-30.
  18. Thakore, K.N & Mehendale, H.M. 1991. Role of hepatocellular regeneration in CCl4 autoprotection. Toxicol. Pathol 19: 47-58.
  19. Saratikov, A. S., Litvinenko, Y. A., Burkova, V. N., Vengerovskii, A. I., Mozzhelina, T. K. & Chuchalin, V. S. 2001. Antioxidant and hepatoprotector activity of lokein–eplir combination. Pharm. Chem. J. 35: 340 – 342.
  20. Sathyabudi. 2005. Buah Merah. http://www.buahmerahonline.com (10 Desember 2005).
  21. Sies, H. 1993. Strategies of antioxidant defence, Eur. J. Biochem 215: 213-219.
  22. Suarsana, I N. & Budiasa, I K. 2005. Potensi hepatoprotektif ekstrak mengkudu pada keracunan parasetamol. Vet. J. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana 6: 23-30.
  23. Thakore, K.N & Mehendale, H.M. 1991. Role of hepatocellular regeneration in CCl4 autoprotection. Toxicol. Pathol 19: 47-58.
  24. Teicher, P.A., Gee, J.P. & Jim, L.K. 1995. Alcoholic cirrhosis. Di dalam: Young, L. Y & Koda-Kimble, M.A. (eds). Applied therapeutics: The clinical use of drug. USA: Applied Therapeutics Inc.
  25. Toklu, H.Z., Tunali-Akbay, T., Velioglu-Ogunc, A., Ercan, F., Gedik, N., Keyer-Uysal, M. & Sener, G. 2008. Silymarin, the antioxidant component of Silybum marianum, prevents sepsis-induced acute lung and brain injury. J. Surg. Res. 145: 214-222.

Pada bagian ini yang harus diperhatikan adalah kesesuaian antara pustaka  yang digunakan dengan foot notenya. Pustaka tersebut harus diuji satu per satu, apakah benar kutipan yang diambil berasal dari pustaka yang tercantum pada daftar pustaka atau tidak.
E.       Desain Penelitian
Menggunakan tipe eksperimental kualitatif.
Maka, penelitian ini bersifat menguji potensi efek hepatoproteksi ekstrak buah merah sehingga dapat memberikan informasi dan landasan ilmiah mengenai pemanfaatan buah merah.
Desain penelitian ada bermacam-macam, antara lain penelitian historis, eksperimental, deskriptif, perkembangan, dsb. Desain penelitian tergantung dari jurnal yang direview.
F.        Pengambilan Sampel
Percobaan Hewan Uji
Mencit galur Swiss sebanyak 30 ekor dibagi secara acak dalam 3 kelompok. Kelompok pertama sebagai kontrol negatif, kelompok kedua sebagai kontrol positif dan kelompok ketiga dan keempat sebagai kelompok perlakuan. Sebelum dilakukan perlakuan, semua kelompok hewan uji dipuasakan semalam. Kemudian selama 7 hari berturut-turut kelompok pertama diberi aquadest 0.5 ml/20 g bb mencit, kelompok kedua diberi obat hepatoprotektor standar yang mengandung kurkumin dengan dosis 5.2 mg/20 g bb mencit dan kelompok ketiga diberi larutan buah merah dengan dosis 0,117 ml ekstrak/20 g bb mencit. Ekstrak buah merah dan obat standar diencerkan dalam larutan CMC 1% sehingga semua perlakuan diberikan dengan volume pemberian 0,5 ml/20 g bb mencit secara peroral. Setelah 7 hari pemberian, hewan uji dipuasakan makan selama 16 jam dan selama 3 hari berturut-turut semua kelompok hewan uji kecuali kontrol negatif diberi larutan CCl4 0,1 ml/20 g bb mencit (p.o)
Pengambilan Darah Hewan Uji
Pengambilan darah pada mencit dilakukan setelah hari ketiga pemberian CCl4. Darah mencit diambil melalui vena cavilla ocularis yang ada di mata dengan menggunakan kapiler. Darah kemudian ditampung dalam tabung mikrosentrifugasi untuk diambil serumnya yang kemudian dilakukan pengujian terhadap aktivitas SGOT dan SGPT.
Pengambilan Organ Hati Hewan Uji
Pengambilan organ hati dilakukan pada hewan uji yang berbeda namun diberi perlakuan yang sama dengan hewan uji yang digunakan untuk pengambilan darah untuk pengujian aktivitas SGOT dan SGPT. Hewan uji yang telah diberi perlakuan kemudian dibedah dan diambil organ hatinya. Organ hati yang didapat difiksasi dengan larutan formalin 10% untuk dibuat preparat histopatologik. Kondisi organ dalam larutan formalin harus terendam seluruhnya dan waktu perendaman tidak kurang dari 24 jam.
Penentuan Aktivitas SGPT dan SGOT Serum Darah
Prinsip penetapan SGOT dan SGPT menggunakan metode kinetik yang sesuai dengan International Federation of Clinical Chemistry (IFCC) tanpa piroksidal-5-fosfat menggunakan alat COBAS INTEGRA. Penentuan aktivitas SGPT dan SGOT serum darah dilakukan pada hewan uji yang telah diberi CCl4 selama tiga hari. Serum yang diperoleh (0,1 ml) dicampur dengan reagen SGPT atau SGOT (1.0 ml) yang lebih dahulu dihangatkan pada suhu 37 oC. Campuran serum dan reagen dimasukkan ke dalam alat COBAS INTEGRA dan diukur absorbasinya pada λ 340 nm. Pengukuran dilakukan sebanyak empat kali dengan interval 30 detik (A0, A1, A2 dan A3). Hasil dari aktivitas SGOT dan SGPT dinyatakan dalam satuan unit/liter (U/L) yang merupakan banyaknya enzim dalam satu liter serum yang dapat menghasilkan NAD+ pada satuan waktu yang sama. Analisa data aktivitas SGPT dan SGOT kemudian dilakukan uji ANAVA satu arah. Apabila terjadi perbedaan secara signifikan maka akan dilanjutkan dengan LSD (Least Significant Difference).
Pemeriksaan Histopatologi Hati
Preparat histopatologi disiapkan dengan cara: fiksasi, dehidrasi dan clearing, embedding, bloking, pemotongan, pengecataan/pewarnaan dan mounting. Hewan uji dibunuh dengan dislokasi leher, organ hati diambil dan fiksasi dengan formalin 10 % selama 24 jam kemudian dicuci dengan air. Dehidrasi dan clearing organ dilakukan dengan memasukkan organ hati ke dalam alkohol dengan konsentrasi 70%, 80%, 95%, 96%, alkohol absolut I, II, III, xylol I, II dan III masing-masing selama 30 menit. Kemudian dilakukan proses pelekatan organ dengan parafin (embedding) yaitu dengan memasukkan organ ke dalam parafin I yang masih cair, kemudian dimasukkan ke dalam oven suhu 55-56 oC selama 30 menit dan diulangi lagi dengan parafin II dengan suhu oven 60 oC. Hasil embedding kemudian dibuat balok parafin (blocking) dengan menggunakan cetakan besi. Setelah parafin membeku dilakukan pemotongan balok parafin dengan menggunakan mikrotum dengan ketebalan 4-7 µm. Hasil potongan dimasukkan ke dalam water bath dengan suhu 42-45 oC sampai jaringan mengembang kemudian dikeringkan dalam hot plate. Pewarnaan organ hati menggunakan Hematoxylin Eosin (HE) yang dilakukan setelah jaringan yang kering dimasukkan ke dalam xylol I, II dan III, masing masing selama 5, 4, dan 3 menit. Jaringan selanjutnya dimasukkan ke dalam alkohol absolut I (3 menit), alkohol absolut II (2 menit), dan alkohol absolut III (3 menit), alkohol 95% (2 menit), alkohol 90% (2 menit), alkohol 80% (1 menit), alkohol 70% (1 menit), dan dicuci dengan air kran mengalir selama 5 menit. Proses selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam zat warna Hematoxylin Eosin (HE) selama 4-10 menit kemudian dicuci dengan air kran mengalir selama 10 menit, jaringan dimasukkan ke dalam eosin selama 3-8 menit kemudian dimasukkan berturut-turut ke dalam alkohol 70% (1 menit), 80% (2 menit), 90% (3 menit) dan alkohol absolut I (3 menit), alkohol absolut II (3 menit) dan alkohol absolut III (3 menit). Selanjutnya jaringan dimasuk kedalam xylol I (3 menit), xylol II (4 menit) dan xylol III (5 menit). Proses terakhir adalah mounting yaitu penutupan gelas obyek dengan gelas penutup yang sebelumnya telah ditetesi menggunakan entellan atau kanada balsem.
Pengkajian Histopatologi dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 10 x 40. Penentuan perubahan histopatologi meliputi degenerasi sel dan nekrosis dilakukan berdasarkan batasan yang dikemukakan oleh Romzah (2005). Hasil pemeriksaan preparat dianalisis secara deskriptif dan untuk membandingkan keseluruhan gambaran preparat dilakukan pengamatan hepatosit pada tiap lapang pandang. Pengamatan histopatologi hati diberi skor untuk setiap ulangan pada setiap kelompok perlakuan Perubahan gambaran histopatologi hati mencit normal bertanda negatif (-) diberi skor 0 dan bila bertanda positif (+) diberi skor 1-3. Dari rata-rata skor perubahan gambaran histopatologi hati, kemudian dihitung persentasenya yang dinyatakan sebagai persentase kerusakan hati.
Bagaimana cara pengambilan sampelnya.
G.      Perspektif Peneliti
Salah satu mekanisme patogenesis kerusakan hati adalah degradasi membran hepatosit yang dikarenakan oleh peroksidasi lemak (Kandalintseva et al, 2002). Sistem fisiologis tubuh mempunyai kemampuan mengurangi kerusakan sel-sel oleh peroksidasi (Sies 1993). Namun demikian, apabila tubuh dalam kondisi lemah atau ketika paparan SOR terlalu banyak, maka mekanisme proteksi tambahan diperlukan. Salah satu bentuk proteksi tambahan ini adalah melalui konsumsi antioksidan yang banyak terkandung dalam bahan alam. Meskipun mekanisme proteksi sel sangatlah kompleks, tetapi asupan antioksidan disarankan dalam pencegahan dan pengobatan degenerasi sel hati yang disebabkan oleh reaksi oksidasi (Lieber 1997).
Penggunaan buah merah untuk pengobatan alternatif terhadap penyakit degeneratif dan kanker meningkat pada dekade ini, bahkan mampu menggeser penggunaan buah mengkudu. Dalam penelitian-penelitian terdahulu, buah merah dilaporkan mempunyai kandungan senyawa antioksidan tinggi antara lain betakaroten dan tokoferol (Sathyabudi 2005). Kedua senyawa ini dapat digunakan untuk melawan spesies oksigen reaktif (SOR) dalam tubuh sehingga perubahan patologis dapat dicegah. Menurut Bass (1999) senyawa-senyawa yang mengandung gugus hidroksi atau polihidroksi, seperti karoten dan tokoferol, pada buah-buahan, sayur, dan beberapa tanaman lain berperan penting dalam aksi hepatoproteksi.
Meskipun data-data ilmiah tentang pemanfaatan buah merah dalam pengobatan masih relatif sedikit, tetapi sampai saat ini buah merah telah banyak digunakan oleh masyarakat untuk terapi pengobatan penyakit kanker, diabetes, rematik, dan tekanan darah tinggi (Budi & Paimin 2005).
Berdasarkan uraian di atas, buah merah mempunyai banyak kandungan senyawa aktif antara lain senyawa antioksidan yang diduga mampu menangkal kerusakan sel yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi.
Bagaimana pandangan peneliti tersebut mengenai apa yang ditelitinya.
H.      Metode yang Digunakan
Prinsip penetapan SGOT dan SGPT menggunakan metode kinetik yang sesuai dengan International Federation of Clinical Chemistry (IFCC) tanpa piroksidal-5-fosfat menggunakan alat COBAS INTEGRA.
Alat-alat (instrumen) apa yang digunakan dalam penelitian.
I.       Analisis Data
Pengamatan histopatologi hati diberi skor (Tabel 1) untuk setiap ulangan pada setiap kelompok perlakuan Perubahan gambaran histopatologi hati mencit normal bertanda negatif (-) diberi skor 0 dan bila bertanda positif (+) diberi skor 1-3.
Hasil pemeriksaan SGPT dan SGOT (Tabel 2 dan Gambar 1) menunjukkan perbedaan. Pada kontrol negatif yang diinduksi CCl4 tanpa pemberian hepatoprotektor menunjukan aktivitas SGPT dan SGOT paling tinggi dibandingkan dengan kelompok buah merah dan kelompok obat standar. Kelompok perlakuan dan kelompok pembanding menunjukkan perbedaan aktivitas SGPT dan SGOT yang menunjukkan bahwa buah merah mempunyai kemampuan hepatoprotektor lebih tinggi dibanding obat standar.

Hasil analisis varian satu arah diperoleh nilai F hitung aktivitas SGPT (669.090) dan SGOT (42.660) yang lebih kecil dibandingkan F tabel (3,89) sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas SGPT dan SGOT berbeda secara signifikan. Perbedaan ini dianalisis lagi dengan dengan LSD (α = 0,05) dan diketahui selisih rata-rata dari masing-masing kelompok berbeda signifikan (p < 0,05) (Tabel 3 dan Tabel 4).
Pemeriksaan histopatologi hati dilihat berdasarkan pengamatan lapang  pandang secara acak. Pengamatan mikrokopis hanya mampu melihat melihat kerusakan hati berupa degenerasi dan nekrosis (Romzah 2005). Perbandingan hepatosit-hepatosit setelah perlakuan dapat dilihat di Gambar 2. Kerusakan heptosit ditunjukkan dari perubahan warna merah (A) menjadi kebiruan (B). Degenarasi sel dan nekrosis ditandai dengan perubahan bentuk hepatosit dari simetris menjadi lebih besar dan tidak simetris. Hepatosit normal (C) nampak lengkap dengan inti dan bentuk yang simetris. Hepatosit dengan degenerasi sel (D) dan nekrosis (E) nampak adanya perubahan bentuk dan keberadaan inti sel.
Data rata-rata skor perubahan gambaran histopatologi berdasarkan degenarasi sel digambarkan pada Tabel 5.
Sedangkan data rata-rata skor perubahan gambaran histopatologi berdasarkan nekrosis digambarkan pada Tabel 6. Hasil pemeriksaan preparat histopatologi menunjukkan adanya perbedaan pada masing-masing keadaan degenerasi sel dan nekrosis yang terjadi pada hepatosit yang tergantung pada perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok.

Persentase kerusakan hepatosit berdasarkan degenerasi sel dan nekrosis pada masingmasing kelompok ditunjukkan pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Masukkan semua data yang diperoleh dari hasil penelitian. Harus diperhatikan apakah terdapat manipulasi data atau tidak. Apakah data yang dimasukkan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan.
J.        Kesimpulan
Buah merah dapat menunjukkan aktivitas hepatoprotektif melawan kerusakan hati yang diinduksi oleh CCl4. Buah merah memiliki kemampuan hepatoprotektif yang lebih baik dibandingkan dengan obat standar dalam mencegah terjadinya kerusakan sel hati yang ditunjukkan dengan tingkat aktivitas SGOT dan SGPT dan persentase kerusakan sel hati yang lebih rendah.
Perhatikan apakah kesimpulannya sesuai dengan apa yang tertulis pada tujuan penelitian.

Selamat mencoba dan semoga bermanfaat.